Sabtu, 13 November 2010

Day 13 part 2

Karna aku cuma punya sedikit harga cinta dalam kantung rasamu yang kaupun tak pernah tau seberapa nilai jualny kembali.
Tak tau harus dengan sketsa seperti apa perih ini kulukis, apa perlu kulukis juga dipagi saat matamu trbuka dengan kuas2 potongan harapanku, digurat dengan tiap tetes sakit hati yang hitam untuk menjadikan lukisan itu lebih berwarna dalam merah. Aku masih tak beranjak didepanmu. Mungkin harus lebih banyak permainan.

Kapan airmata “dia_” itu menjadi sebuah pelajaran akan arti juga harga mati sebuah kesetiaan ketika airmataku tak terbayar.
Dengan ending ku ayun senja kepelukan, membentangkan lautan dalam tangkup penyesalan. Aku masih berharap adanya pagi yang memberi kejutan2 kecil untuk membantuku menyusun teka-teki ini, teka-teki yang mudah untuk dilihat, indah untuk di pamerankan di galery egomu tapi sulit untuk mencari dimana kata kuncinya. Dalam diam ku alunkan nada2 seru yang tak sempat menjadi sair lagu apalagi sebuah nyanyian, cuma mungkin kau bisa membawakan di teater milikmu, dengan alunan orkestra dan distorsi sakit hatiku.
Kau tak benar2 menyanyikannya dengan baik, bait2 nya dimana?? Yg untuk orang lain terdengar begitu mengalun sendu di antara peraduan airmatamu.

Aduh!!! Aku lupa menghitung laju tempuh yang tak tertuju, tapi, aku pergi untuk menuju apa!!?????
Mereka selalu bilang perbedaan itu tak pernah ada, tanpa mereka sadari sebelum membuka mata pun perbedaan itu sudah tercipta dan dengan jelas hidup diantara aku, kalian dan mereka. Ku lanjutkan langkah dengan bertopangkan badai, rindu sebuah kebebasan yang memberi rasa hampa tanpa iming2 harapan munafik yg tak perah ada, setidaknya aku menikmati itu. Tak pernah ada senyuman akan sebuah harga kebanggaan dilabel harga diriku, apa harus bikin promo obral rasa, cinta dan kasih sayang????? Atau mungkin big sale???????

Ada satu yang harus ku bayar mahal untuk menciptakan sebuah rasa itu, penyesalanpun tak pernah cukup untuk kembali menggali hasrat yang sudah mati. Aku merasa nyaman ketika kita bersama kehilangan etika, karna kita bisa saling memahami saat pilu menghinggapi dinding hati kita,  tapi aku yakin juga kita bisa membangunkan senja dalam tidur panjangnya yang setia menanti ciuman pelepas  kutukan dari sang mentari yang selalu memberi warna pada harinya.
Aku masih menunggu kok, tak pernah tau kapan, kapan, kapan, dan kapan kau menerima semuanya dengan apa adanya. Semua serba sangat sederhana.
Seolah semua celah teerhambat karena masa lalu yang tak kunjung mati, yang akhirnya mungkin bisa jadi biasa, memang teman terbaik itu ketika kita merasakan ketenangan tapi akupun tak hanya bisa menahan sebuah rasa tenang itu untuk menetap dan terus tinggal ketika waktu harus terus laju dengan keterpaksaan, terpaksa meninggalkanku untuk berkabung lagi, terpaksa tega buatku yang harus bisa ikut melaju walau tertatih sekalipun, karna waktu yang terus berjalan juga memaksa kita merubah luka jadi tawa. Waktu itu tak pernah berhenti kecuali keadaan yang terjadi memang mengharuskan untuk berhenti, atau mati.

2 komentar: